Sejarah Tari Piring Khas Sumatera Barat

Estimated read time 2 min read

Tari piring (Minangkabau: Piriang; Jawi: تاري ڤيريڠ) adalah tarian piring tradisional Minangkabau yang berasal dari Sumatera Barat, Indonesia dan dilakukan di sana dan di Negeri Sembilan, Malaysia. Tarian ini dapat dibawakan oleh sekelompok perempuan, laki-laki atau berpasangan, masing-masing memegang piring di masing-masing tangan, dan dengan penuh semangat memutar atau setengah memutarnya dalam berbagai formasi dan gerakan cepat.

BACA JUGA : Asal Usul Kain Ulos Khas Batak

Tarian ini menampilkan kepiawaian para penari dalam mengatur keseimbangan dan menggerakkan piring keramik dengan lincah tanpa menjatuhkan atau memecahkan piring. Terkadang lilin dinyalakan di atas piring, dan varian ini disebut tari lilin (tarian lilin). Penari memegang bagian bawah piring di telapak tangan dan mengayunkannya dengan liar menggunakan inersia agar piring tidak jatuh. Penari mengetukkan piringnya dengan cincin di salah satu jarinya untuk menghidupkan gerakannya dengan iringan sonik.

Tarian ini biasanya ditampilkan sebagai tarian penyambutan upacara untuk menghormati para tamu dan orang tua pada suatu upacara adat. Selain randai, saman, pendet, dan jaipongan, tarian ini juga merupakan salah satu tarian tradisional Indonesia populer yang ditampilkan di festival-festival luar negeri untuk mempromosikan budaya dan pariwisata Indonesia.

Sejarah Asal Muasal Tari Piring

Secara tradisional, tarian ini berasal dari Solok, Sumatera Barat. Menurut legenda awal kemunculannya, Tari Piring ini berfungsi sebagai tarian dalam upacara kesuburan. Tarian ini juga merupakan salah satu bentuk kesenian tradisional yang banyak mempunyai nilai estetika tinggi dan mengandung nilai budaya leluhur yang sangat mendalam. Tarian ini juga merupakan ritual rasa syukur masyarakat setempat kepada para dewa setelah mendapatkan hasil panen yang melimpah. Ritual tersebut dilakukan dengan membawa sesajen (persembahan) berupa makanan yang diletakkan di atas piring sambil berjalan dengan gerakan yang dinamis.

Setelah masuknya agama Islam ke Minangkabau, tari piring tidak lagi digunakan sebagai ritual syukuran kepada para dewa. Namun tarian ini banyak digunakan sebagai sarana hiburan masyarakat yang ditampilkan pada acara-acara publik.

You May Also Like

More From Author